Thursday, June 19, 2014

Injeksi Papaverin HCl dalam Vial 5 ml

yellowted: Injeksi Papaverin HCl dalam Vial 5 ml: I.                    JUDUL PRAKTIKUM I njeksi Papaverin HCl dalam Vial 5 ml II.                 PENDAHULUAN Steril adalah suatu ke...

Injeksi Papaverin HCl dalam Vial 5 ml

I.                   JUDUL PRAKTIKUM
Injeksi Papaverin HCl dalam Vial 5 ml

II.                PENDAHULUAN
Steril adalah suatu keadaan bebas dari kontaminasi mikroorganisme. (Diktat Penuntun Praktikum Mikrobiologi II)
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya ini termasuk sediaan parenteral, mata, dan irigasi. (Lachman Edisi III hal.1292)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau didispersikan dahulu sebelum digunakan yang harus disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi di racik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam dosis tunggal atau wadah dosis tunggal. (Formulasi Steril  hal.37)
Papaverin HCl dapat dibuat dalam sediaan injeksi vial subkutan maupun slow intravena karena papaverin HCl merupakan zat aktif yang berkhasiat untuk mengobati cerebral dan peripheral iskemia yang berhubungan dengan kejang arteri, dan iskemia miokardia karena aritmia. ( DI 88 hal.963)
Zat antibakteri dalam konsentrasi bakteriostatik harus dimasukkan dalam formulasi produk yang dikemas dalam vial dosis ganda, dan seringkali dimasukkan dalam formulasi yang akan disterilkan dengan proses marginal atau dibuat secara aseptis. (Lachman Edisi III hal.1300)
Syarat sediaan injeksi :
1.             Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis.
2.             Harus jernih, berarti tidak ada partikel padat kecuali yang berbetuk suspensi.
3.             Tidak berwarna, kecuali bila obatnya memang berwarna.
4.             Sedapat mungkin isohidris, dimaksudkan agar bila diinjeksikan kebadan tidak tersa sakit dan penyerapan obat optimal. Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan darah dan cairan tubuh lain yaitu 7,4.
5.             Sedapat mungkin isotonis, dibuat isotonis agar tidak terasa sakit bila disuntikkan. Isotonis adalah mempunyai tekanan osmose yang sama dengan darah dan cairan tubuh lain.
Wadah yang digunakan untuk  produk steril salah satunya adalah vial. Vial adalah wadah gelas, umumnya digunakan untuk dosis ganda dengan kapasitas 0,5 – 100 ml. Isi dapat diambil sebagian dan sisanya harus steril, oleh karena itu pada formulanya perlu ditambahkan pengawet. Syarat dari sediaan vial antara lain, steril karena sebagai sediaan injeksi parenteral, jernih, tidak harus isotonis karena vial memiliki volume kecil yang tidak diberikan secara terus menerus seperti infus. 
Larutan injeksi Papaverin HCl yang dibuat dalam vial intravena membutuhkan zat-zat tambahan seperti:
1.             Aqua pro injection sebagai pelarut dan merupakan cairan jernih bebas pirogen (senyawa organik yang menyebabkan demam dan berasal dari pencemaran mikroba). (Lachman Edisi III hal.1295)
2.             Digunakan Benzetonium klorida sebagai pengawet (anti mikroba) karena sediaan injeksi vial digunakan untuk dosis ganda, dimana pemakaiannya dapat diambil sebagian dan sisanya harus tetap steril dari adanya pencemaran mikroba. (Lachman Edisi III hal.1300)

IV.             FARMAKOLOGI
Papaverin bekerja sebagai antispasmodik pada kelainan fungsi saluran cerna yang secara langsung bekerja sebagai relaksan terhadap otot polos dengan cara menghambat fosfodiesterase, zat ini berkhasiat untuk pengobatan kolik ginjal, kolik kandung empedu, keadaan yang diperlukan untuk relaksasi otot polos, embolik perifer, dan mesentrik. (Handbook on Injecteble Drugs 11th Edition hal.1012)

Quinin dihidroklorida aktif melawan schizontosid Plasmodium falciparum namun tidak terhadap bentuk gametosit dewasa P.falciparum. Mekanisme kerjanya tidak terlalu jelas diketahui namun diperkirakan berhubungan dengan fungsi lisosom atau sintesis asam nukleat dari parasit malaria. Quinin dihidroklorida biasanya digunakan sebagai pencegahan malaria namun dapat juga untuk menyembuhkan infeki protozoal dan kram kaki pada malam hari.

V.                FARMAKODINAMIK
Papaverin dapat merelaksasi otot polos secara langsung yang dapat menghambat fosfodiesterase. Efek samping gangguan gastro intestinal, muka memerah, pusing, mengantuk, ruam kulit, berkeringat, hipotensi. Untuk dosis yang berlebih akan menyebabkan aritmia jantung. (Martindale The Extra Pharmacopeia. 28th Edition hal.2192)

VI.             FARMAKOKINETIK
Papaverin dimetabolisme di dalam hati dan dieksresikan melalui urin dalam bentuk metabolit konjugasi glukoronida fenolik. (Martindale The Extra Pharmacopeia. 28th Edition hal.2192)

VII.          FORMULA
Tiap vial mengandung:
Papaverin HCl                         30 mg
Benzetonium klorida               0,01 %
Aqua p.i.                      ad        5 ml

VIII.       PERHITUNGAN
            Rumus = {(n.v) + (30%.(n.v))}ml                            Keterangan :
                                                                                 n = jumlah vial yang akan dibuat
                                                                                 v = vol. Injeksi tiap vial (ml)

Volume total 5 vial                  = {(n.v) + (30%.(n.v))}ml
                                                            = {(7 .5,3) + (30%.(7.5,3)}ml
                                                            = 48,23 ml
                                   
Total Papaverin HCl                = (30mg/5,3ml) x 48,23ml
= 273 mg
                                       
Total Benzetonium klorida      =  0,01% x 48,23mL
4,823x10-3 g
=  4,823 mg

Pengenceran benzetonium klorida = (4,823mg/10mg) x 5ml = 2,4ml

Tabel  Penimbangan
Bahan
Penimbangan teoritis (mg)
Penimbangan di laboratorium (mg)
Papaverin HCl
273
273,0
Benzetonium klorida
10
10,0


IX.             ALAT DAN CARA SERILISASI
NO
Alat yang digunakan
Cara sterilisasi
Paraf asisten
w.mulai
Paraf
w.akhir
Paraf
1.
Beaker glass,
Erlenmeyer,
Corong glass,
Vial injeksi,
Pipet tetes.
Oven 150oC selama 1 jam (FI ed. III hal 18)
11.29

12.29

2.
Gelas ukur,
Kertas saring.
Autoklaf 121oC selama 15 menit (FI ed. III hal 18)
11.29

11.59

3.
Batang pengaduk, spatula,
Pinset,
Kaca arloji,
Penjepit besi.
Direndam alkohol selama 1 jam

11.05

12.05

4.
Karet tutup vial
Karet tutup pipet tetes
Direbus  dalam air suling 30 menit
11.25

11.55

5.
Aqua p.i.
Didihkan 30 menit (FI ed. III hal 14)
11.36

12.06

6.
Sterilisasi sediaan vial (sterilisasi akhir)
Autoklaf 121°C, 15 menit
13.30

13.45


X.                CARA KERJA
1.      Alat–alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.
2.      Kalibrasi vial 5 ml dan beaker glass 37,1 ml.
3.      Alat-alat dan wadah yang akan digunakan disterilkan.
4.      Aqua pro injeksi dibuat dengan cara mendidihkan aqua selama 30 menit, lalu didinginkan. 
5.      Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang.
6.      Dibuat pengenceran benzetonium klorida dengan cara: sejumlah 10 mg benzetonium klorida ditimbang, kemudian diencerkan dengan aqua pro injeksi hingga 5 ml.
7.      Papaverin HCl dilarutkan dengan sebagian aqua pro injeksi didalam beaker glass.
8.      Sebanyak 2,4 ml benzetonium klorida yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam larutan papaverin HCl, kemudian diaduk homogen.
9.      Aqua pro injeksi ditambahkan hingga sebelum tanda kalibrasi.
10.  Dilakukan pemeriksaan pH, hingga pH memenuhi antara 3-4.
11.  Aqua pro injeksi ditambahkan ad tanda.
12.  Larutan obat dimasukan ke dalam vial sampai tanda kalibrasi.
13.  Ditutup dengan karet penutup, lakukan sterilisasi akhir dengan otoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit.
14.  Dilakukan evaluasi kejernihan, pH, dan keseragaman volume.
15.  Diberi etiket, brosur, lalu dikemas dan diserahkan.

XI.             HASIL EVALUASI
Jenis Evaluasi
Hasil Evaluasi
Uji Fisika
-       Uji Kejernihan
Jernih
-       Uji Keseragaman Volume
Seragam
Uji Kimia
-       Uji pH
4,5
Uji Biologi
-       Uji Sterilitas
-        Uji Sterilitas (FI ed. IV hal 861)
Menggunakan teknik penyaringan membran :
Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan bahan dekontaminasi yang sesuai, ambil isi secara aseptik.
Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari 2 rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum/tekanan.
Secara aseptik, pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi setengah bagian (jika hanya menggunakan satu). Celupkan membran atau setengah bagian membran ke dalam 100 ml media inkubasi selama tidak kurang dari 7 hari.
Lakukan penafsiran hasil uji sterilitas.

XII.          PEMBAHASAN
1.      Sebelum membuat sediaan Papaverin HCl dalam vial, seluruh alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu untuk membebaskan alat-alat dari kontaminasi mikroorganisme.
2.      Pelarut yang digunakan yaitu aqua pro injeksi bukan aquadest biasa karena air yang digunakan dalam larutan parenteral dan irigasi harus bebas dari pirogen.
3.      Dari hasil evaluasi kejernihan, didapatkan larutan yang jernih hasil ini didapat karena zat aktif (Papaverin HCl) dapat larut dalam air sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sediaan yang telah jadi.
4.       Evaluasi keseragaman volume memberikan hasil semua sediaan memiliki volume yang seragam, keseragaman volume ini dapat tercapai karena sebelum larutan dimasukkan ke dalam vial, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi pada vial.
5.      pH dari sediaan yaitu 4,5 nilai tersebut sedikit berbeda dengan pH dari zat aktif yang digunakan, hal tersebut terjadi karena bahan pengawet yang digunakan (benzetonium klorida) memiliki pH 4,8-5,5 yang mempengaruhi pH larutan.

XIII.       DAFTAR PUSTAKA
1.      Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1979.
2.      Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.
3.      Reynolds JEF, Martindale The Extra Pharmacopeia. 28th edition. London: The Pharmaceutical Press; 1982.
4.      Trissels, Lawrence A. Handbook on Injectable Drugs. 11th Edition.
5.      Diktat Penuntun Praktikum Mikrobiologi II. Laboratorium Mikrobiologi. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta; 2014.
6.      Rowe, Raymond C et.al. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London: Pharmaceutical Press; 2009.
7.      Lachman, Leon. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. UI-Press; 1994.

8.      Evory MC, Gerald K. Drug Information. USA: American Society of Health-System Pharmacist; 2003.

PEMBUATAN EKSTRAK DAN UJI MUTU

Laporan Resmi
Praktikum Teknologi Bahan Alam

PEMBUATAN EKSTRAK DAN UJI MUTU



Oleh:
Kelompok D1-3
1.      Arum Oktavianti                        (2011210031)
2.      Cicin Cintarsih                           (2011210045)
3.      Dwi Putri                                   (2011210076)
4.      Diah Ayu Pitaloka                     (2011210081)
5.      Febrina Nurmayadewi                        (2011210092)*
6.      Hanan Astuty A.                        (2011210106)
7.      Jenifer Sara Silalahi                    (2011210125)
8.      Jumiana                                      (2011210127)



Fakultas Farmasi
Universitas Pancasila
Jakarta
2014
I.                   Tujuan Percobaan
1)        Memisahkan zat-zat esensial yang terkandung dalam simplisia dari zat-zat lain yang dianggap kurang bermanfaat.
2)        Mengetahui tahapan dalam pembuatan ekstrak.
3)        Melakukan pengujian mutu pada ekstrak yang dihasilkan untuk memastikan kualitas ekstrak.

II.                Dasar Penetapan
Simplisia diekstrak dengan pelarut universal secara maserasi kinetik, ekstrak dipekatkan dengan rotavapor dan dikeringkan untuk mendapatkan crude ekstrak.

III.             Alat dan bahan
Alat :
1.     Stirer + magnetik stirer
2.     Gelas piala 2 L
3.     Rotavapor
4.     Tangas air
Bahan :
1)      Etanol 95%
IV.             Teori
a.      Teori tentang simplisia
Bunga cengkeh adalah kuncup bunga Syzygium aromaticum(L.) Merr. & Perry, suku Myrtaceae.
Pemerian : warna coklat; bau aromatik kuat; rasa agak pedas.
Makroskopik : Bunga panjangnya 10 mm sampai 17,5 mm; dasar bunga (hipatium) bersisi 4, agak pipih, bagian atas meliputi bakal buah yang tenggelam, berongga 2 berisi banyak bakal buah melekat pada sumbu plasenta. Daun kelopak 4 helai tebal bentuk bundar telur atau segitiga, runcing, lepas. Daun mahkota 4 helai warna lebih muda dari warna kelopak, tidak mekar tipis seperti selaput, sering menutup seperti susunan genting. Benang sari banyak berbentuk melengkung ke dalam; tangki agak silinder atau segi empat panjangnya 2,5 mm sampai 4 mm.
Mikroskopik : Pada penampang melintang bunga di bawah bakal buah tampak sel epidermis bentuk empat persegi panjang terdiri dari 1 lapis sel dengan kutikula tebal; pada pengamatan paradermal tampak sel epidermis bentuk poligonal dengan dinding sel rata; stomata bundar tipe anomositik. Pada bagian korteks terdapat beberapa lapis sel parenkim bentuk poligonal atau hampir bundar, kelenjar minyak skizolisigen bentuk bundar atau bundar telur terbalik. Pada bagian dalam terdapat berkas pembuluh tipe bikolateral, serabut sklerenkim dan sel batu. Kristal kalsium oksalat bentuk roset terdapat di semua bagian. Parenkim pusat terdiri dari beberapa lapis sel kecil membentuk cincin dengan ruang antar sel yang besar. Pada daun mahkota dan daun kelopak tampak sel epidermis atas dan bawah bentuk empat persegi panjang bila tampak paradermal berbentuk poligonal, diantaranya terdapat parenkim bentuk poligonal, kelenjar minyak skizolisigen, kristal kalsium oksalat bentuk roset dan berkas pembuluh.
Serbuk. Warna coklat. Fragmen pengenal adalah fragmen dasar bunga (hipantium), sel epidermis dengan kutikula tebal, stomata tipe anomositik, kelenjar minyak skizolisigen lepas atau dalam sel; fragmen epidermis daun mahkota dan epidermis daun kelopak tampak tangensial; fragmen parenkim pusat dengan ruang antar sel besar; fragmen tangkai sari, kepala sari dan serbuk sari berkelompok atau lepas bentuk segitiga dengan garis tengah 15 µm sampai 20 µm; fragmen berkas pembuluh dengan penebalan tangga dan spiral, fragmen serabut sklerenkim dan kristal kalsium oksalat bentuk roset; fragmen sel batu.

Identifikasi :
A.    Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna merah hati.
B.     Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam nitrat  P;terjadi warna jingga.
C.     Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes asam sulfat P 25% v/v; terjadi warna jingga.
D.    Pada 2 mg serbuk bunga tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P; terjadi warna hijau tua.
E.     Timbang 500 mg serbuk bunga, maserasi dengan 100 ml eter selama 2 jam, saring. Uapkan filtrat dalam cawan penguap, pada residu tambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P, terjadi warna ungu hijau.
F.      Timbang 1 g serbuk bunga tambahkan 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit, saring. Pada filtrat tambahkan serbuk magnesium, 2 ml larutan alkohol klorhidrik dan amil alkohol P, kocok kuat, biarkan memisah; terjadi warna merah jingga pada lapisan amil alkohol.
G.    Timbang 50 mg serbuk bunga masukkan dalam tabung mikrodestilasi yang telah diberi glasswool di ujung dekat bagian kapiler. Masukkan tabung mikrodestilasi dalam tanur TAS yang sudah dipanaskan pada suhu 50oC selama 30 menit dan dipasang lempeng KLT. Atur suhu sampai 220oC. Pada titik pertama dari lempeng KLT pralapis akan tampak tutulan yang dihasilkan dari tanur TAS, pada titik kedua tutulkan 10 µl larutan pembanding eugenol dalam metanol P. Elusi dengan benzena P dengan jarak rambat 15 cm. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultra violet 366 nm. Semprot lempeng dengan anisaldehid asam sulfat LP, panaskan pada suhu 100oC selama 5 sampai 10 menit, amati dengan sinar biasa dan sinar ultra violet 366 nm.
Pada kromatogram tampak bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut:


No.

hRx
dengan sinar biasa
dengan sinar UV 366 nm
tanpa pereaksi
dengan pereaksi
tanpa pereaksi
dengan pereaksi
1
16-29
Kuning
Kuning
Ungu
Kuning
2
38-56
-
Abu-abu
Ungu
-
3
56-82
-
Coklat abu
Ungu
Coklat
4
82-96
-
Pink ungu
Ungu
-
5
111-129
-
Abu-abu
Biru ungu
Coklat
6
129-176
-
Merah
Biru ungu
Biru
7
182-189
-
Kuning tua
Ungu
Coklat
8
193-204
-
Pink
-
-
9
204-216
-
Ungu
Ungu
-
Catatan :Harga hRx dihitung terhadap bercak warna ungu dari kromatogram pembanding eugenol.
Harga hRf bercak berwarna ungu hijau lebih kurang 45.

Kadar abu.Tidak lebih dari 6%.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam.Tidak lebih dari 0,5%.
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 5,5%.
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 3%.

Penyimpanan. Dalam wadah tertutup baik.

Isi. Sterol/terpen, flavonoid, asam gallotanin, kariofilen, vanilin, eugenin, gum, resin, dan minyak atsiri yang mengandung senyawa fenol yang sebagian besar terdiri dari eugenol bebas dan sedikit eugenol asetat, seskuiterpena, sejumlah kecil ester keton dan alkohol.

Penggunaan. Anastetika gigi, karminatifa, zat tambahan dan aromatika.
b.      Teori yang berkaitan dengan percobaan
·      Definisi Ekstrak
Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan pelarut. Selanjutnya pelarut yang digunakan diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuknya dapat kental atau kering tergantung banyaknya pelarut yang diuapkan kembali.
·      Jenis-jenis Ekstrak
Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan konsistensi, komposisi dan senyawa aktif yang terdapat di dalamnya.
o    Berdasarkan konsistensinya:
a)    Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Fluida (Liquida))
b)   Semi solid: ekstrak kental (Extracta spissa)
c)    Kering: ekstrak kering (Extracta sicca)
o    Berdasarkan komposisinya:
a)    Ekstrak murni: ekstrak yang tidak mengandung pelarut maupun bahan tambahan lainnya.
b)   Sediaan ekstrak: pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni untuk dibuat sediaan ekstrak, baik kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya dibuat sediaan obat seperti kapsul, tablet, dan lain-lain.
o    Berdasarkan senyawa aktifnya:
a)    Adjusted/standardised extracts, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar senyawa aktif (menambahkan dalam batas toleransi) yang aktivitas terapeutiknya diketahui dengan tujuan untuk mencapai komposisi yang dipersyaratkan.
b)   Quantified extract, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur kadar senyawa yang diketahui berperan dalam menimbulkan khasiat farmakologi dengan tujuan agar khasiatnya sama. Quantified extract memiliki kandungan senyawa dengan aktivitas yang diketahui namun senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut tidak diketahui.
·      Pembuatan Ekstrak
Secara garis besar, tahapan pembuatan ekstrak meliputi pembuatan serbuk simplisia, pemilihan pelarut atau cairan penyari, proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi, separasi dan pemurnian, penguapan atau pemekatan, pengeringan ekstrak dan penentuan rendemen ekstrak.
a)        Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimaksudkan untuk memperluas permukaan kontak simplisia dengan cairan penyari. Proses penyerbukan dilakukan sampai derajat kehalusan serbuk yang optimal sesuai persyaratan.
b)        Pemilihan pelarut atau cairan penyari
Pelarut atau cairan penyari menentukan senyawa kimia yang akan terekstraksi dan berada dalam ekstrak. Dengan diketahuinya senyawa kimia yang akan diekstraksi akan memudahkan proses pemilihan cairan penyari.
c)        Proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi
Cara ekstraksi yang dipilih juga menentukan kualitas ekstrak yang diperoleh. Dalam memilih cara ekstraksi harus diperhatikan prinsip ekstraksi yaitu menyari senyawa aktf sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya sehingga diperoleh efisiensi ekstraksi.
d)     Separasi dan pemurnian
Separasi atau pemisahan dan pemurnian merupakan salah satu proses yang diperlukan terhadap ekstrak untuk meningkatkan kadar senyawa aktifnya. Separasi dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti dekantasi, penyaringan, sentrifugasi, destilasi, dan lain-lain. Pemurnian ekstrak dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi zat-zat yang tidak diinginkan dalam ekstrak agar terpisah dari zat-zat yang diinginkan.
e)      Penguapan dan pemekatan
Penguapan atau pemekatan merupakan proses untuk meningkatkan jumlah zat terlarut dalam ekstrak dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan cara penguapan tetapi tidak sampai kering.
f)       Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat seperti tablet, kapsul, pil, dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan (non-native herbal drug preparation) atau tanpa penambahan bahan tambahan (native herbal drug preparation).
g)      Penentuan rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai parameter standar mutu ekstrak pada tiap bets produksi maupun parameter ekstraksi.

·      Standardisasi Ekstrak
Standardisai ekstrak merupakan proses pengaturan sejumlah tertentu senyawa aktif atau golongan senyawa tertentu yang diketahui aktivitas terapeutiknya dalam ekstrak dengan cara menambahkan bahan tambahan atau emncampur sediaan ekstrak yang satu dengan lainnya.
Pada dasarnya ada empat cara standardisasi ekstrak, yaitu:
1)   Ekstrak yang diproduksi dengan proses produksi dan cara ekstraksi sesuai kondisi yang telah ditetapkan/ standardisasi dilakukan dengan memastikan konsistensi dari setiap bets produksi, kemudian dilakukan uji klinis terhadap ekstrak, sehingga diperoleh data klinis khasiat dan keamanannya.
2)   Ekstrak yang telah atau belum terbukti efektif secara klinis, dimana standardisasi dilakukan terhadap potensi keseluruhan ekstrak.
3)   Ekstrak yang distandardisasi menggunakan kandungan kimia yang menjamin identitas ekstrak (senyawa identitas) dan konsistensi mutu produk tiap bets produksi. Ekstrak secara keseluruhan belum memiliki data uji klinis, senyawa marker dan aktivitas farmakologi yang relevan.
4)   Ekstrak herbal yang distandardisasi dengan menambahkan bahan kimia hasil isolasi ke dalam matriks ekstrak dan dijual sebagai “Standardized extract”.
·      Hal yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak
Faktor yang berpengaruh terhadap mutu ekstrak secara garis besar ada dua, yaitu faktor biologi dan faktor kimia.
1)        Faktor biologi
a.    Identitas jenis (species)
b.    Lokasi tumbuhan asal
c.    Periode pemanenan hasil tumbuhan
d.   Penyimpanan bahan tumbuhan
e.    Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
2)        Faktor kimia
a.    Faktor internal
1.    Jenis senyawa aktif dalam simplisia
2.    Komposisi kualitatif senyawa aktif
3.    Komposisi kuantitatif senyawa aktif
4.    Kadar total rata-rata senyawa aktif
b.    Faktor eksternal
1.    Perbandingan ukuran alat ekstraksi
2.    Ukuran, kekerasan dan kekeringan simplisia
3.    Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
4.    Kandungan logam berat
5.    Kandungan pestisida
·      Parameter dan Metode Uji Ekstrak
Parameter dan metode uji ekstrak bermanfaat untuk menjamin mutu ekstrak pada tiap bets produksi, harus ada parameter yang diukur dan dijamin dalam keadaan konstan. Namun berbeda dengan obat kimia yang kadar zat aktifnya tertentu, penjaminan mutu ekstrak belum dapat dilakukan terhadap bahan aktifnya. Parameter yang dapat ditentukan antara lain:
a)   Parameter spesifik
Parameter spesifik merupakan parameter yang sedapat mungkin disusun hanya dimiliki oleh ekstrak tanaman yang bersangkutan, meliputi:
1.    Densitas ekstrak
2.    Organoleptik ekstrak
3.    Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
b)   Parameter non spesifik
Parameter non spesifik merupakan pengujian fisika, kimia, dan mikrobiologi yang dilakukan terhadap ekstrak untuk menjamin mutu ekstrak pada tiap bets produksi, meliputi:
1.    Susut pengeringan
2.    Bobot jenis
3.    Kadar air
4.    Kadar abu
5.    Sisa pelarut
6.    Residu pestisida
7.    Cemaran logam berat
8.    Cemaran mikroba (ALTB, MPN coliform, uji anga kapang khamir dan uji cemaran aflatoksin).

V.                Cara Kerja
Cara Pembuatan Ekstrak dengan Maserasi
Buat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut sesuai, bila tidak dinyatakan lain gunakan etanol 70%.
Masukkan satu bagian serbuk simplisia kering ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat. Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Kumpulkan semua maserat, uapkan dengan rotavapor. (FHI)
Sejumlah 25 g bahan/simplisia diekstraksi dengan 2,5 L etanol 96% dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Maserasi dilakukan tiga kali berturut-turut dengan cairan penyari lebih kurang 4 bagian (±100 ml), 3 bagian (±75 ml) dan 3 bagian (±75 ml) volume dari etanol 96% yang digunakan.
Setiap selesai ekstraksi cairan disaring dan dikumpulkan dalam suatu wadah. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotavapor hingga konsistensi kental (apabila perlu dilanjutkan pemanasan di atas tangas air).
VI.             Hasil Perhitungan dan Pembahasan
a.      Penetapan Bahan Organik Asing
Bobot simplisia             = 25,0025 g – 0,0 g
                                        = 25,0025 g
Bobot cawan kosong    = 27,7039 g
Bobot cawan+ekstrak   = 35,1315 g
Maka bobot ekstrak yang diperoleh  = 35,1315 – 27,7039 g
                                                          = 7,4276 g
DER native                   = bobot simplisia
                                                                    bobot ekstrak

                                                                = 25,0025 = 3,3662
                                                                   7,4276

Rendemen                     =  bobot ekstrak  x 100%
                                         bobot simplisia

                                      =  7,4276  x 100% = 29,71%
                                        25,0025


VII.          Pembahasan
·      Sampel berupa serbuk simplisia Caryophilli Flos diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Metode maserasi dipilih sebagai metode dalam mengekstraksi karena maserasi merupakan cara  penyarian yang sederhana, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif ini akan larut dan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan di luar sel menyebabkan larutan yang terpekat keluar hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dengan di luar sel.
·      Maserasi dilakukan dalam tiga tahap menggunakan pelarut yang sama, hal ini dilakukan untuk mengefektifkan proses ekstraksi sehingga hasil yang didapat akan lebih akurat dibandingkan dengan maserasi satu tahap menggunakan seluruh volume pelarut.
·      Pemekatan hasil ekstraksi sehingga dihasilkan ekstrak dengan konsistensi kental dilakukan menggunakan rotavapor dengan suhu dan tekanan yang diatur agar zat aktif di dalam ekstrak sesedikit mungkin terkena panas untuk mencegah kerusakan zat aktif.
·      Cairan penyari yang digunakan dalam proses maserasi ini adalah etanol 70%. Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena:
1. lebih selektif,
2. kapang sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas,
3. tidak beracun,
4. netral,
5. absorbsinya baik,
6. etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan,
7. memerlukan panas yang lebih sedikit untuk proses pemekatan, dan
8. zat pengganggu yang larut terbatas.
·         Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut: ekstrak etanol 70% bunga cengkeh adalah berbentuk kental, berwarna cokelat agak kehitaman, dan berbau khas. Parameter organoleptik ekstrak bertujuan memberikan pengenalan awal ekstrak secara objektif berupa bentuk, warna, bau, dan rasa. Data ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menguji simplisia secara fisis selama penyimpanan yang dapat mempengaruhi khasiatnya.

VIII.       Kesimpulan
Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa ±25 g simplisia Caryophilli Flos menghasilkan 7,4276 g ekstrak atau 29,71% dari bobot simplisia yang diekstraksi.

IX.             Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI.Jakarta.
Harborne, J.B.,Metode Fitokimia “Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan”. ITB:Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta.